Rabu, 11 Juni 2014

Pesan sang bunda

“Alhamdulilah... akhirnya aku lulus juga, tinggal selangkah lagi untuk ku menggapai impian yang telah lama aku cita-citakan” gumam ku dalam hati, sembari masih mendekap selembar surat yang isinya menyatakan aku telah selesai belajar di SMA. Tak terasa 3 tahun telah berlalu, akhirnya mulai besok dan seterusnya aq bisa melepas seragam putih abu-abu ini. Aku jadi teringat pesan bu sumi wali kelas ku di kelas 3 IPA1 ketika memberikan pengarahan untuk menghadapi ujian nasional kemarin, yang mana kata bu sumi selepas SMA ini, kita bukan lagi anak manja, bukan lagi anak mama yang sering minta ini itu lagi, tapi selepas SMA ini diharapkan kita menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri, karena waktu untuk berleha-leha telah usai, dan saatnya untuk bertarung dengan dunia kehidupan untuk meraih kesuksesan di masa yang akan datang sesuai dengan cita-cita yang telah diidam-idamkan oleh pribadi masing-masing. “Ton, gimana hasil lu,,, lu mau lanjut dimana” ujar diki dengan kebiasaannya sering mengagetkanku. “ga tau neh dik, gw bingung..” jawab ku singkat, “bingung kenape loo,, biasanya lu semangat,, apa jangan-jangan..??” “jangan-jangan apa,,?? Jangan ngawur deh luu..!!” sahutku dengan nada meninggi “jangan-jangan, lu ga lulus lagi,,,hahahaha” ledeknya lagi sambil lari meninggalkanku “huuh dasar,, enak aja luu ngatain gw ga lulus” teriakku, dan bergegas untuk pulang. Dalam hati aku sering berperang batin sendiri, mau dibawa kemana hidupku setelah ini, mengingat jaman sekarang yang barang-barangnya serba mahal, dan pendidikan pun pasti mahal, seperti judul buku yang ditulis oleh eko prasetyo “Orang miskin dilarang sekolah”. Kalau aku paksakan mau makan apa ketiga adikku nanti, sedangkan bapakku hanya seorang pegawai swasta yang gajihnya belum tentu seminggu sekali atau sebulan sekali diberikan oleh bosnya, sedangkan ibuku hanya ibu rumah tangga biasa, yang memikirkan kebutuhan untuk keluarganya. untuk sekolah di SMA saja ibuku sering tutup lubang, gali lubang, pinjam sana sini dengan janji akan membayar ketika bapak sudah gajian. Langkahku pun terhenti di depan rumah yang sangat sederhana yang dindingnya tembok bata separuh dan dihiasi dengan cat yang mulai kusam, sebentar kuamati dan kuresapi rumah tersebut. Ya rumah yang membesarkan aku, rumah yang membesarkan adik-adikku, dirumah inilah aku berjuang untuk menggapai impianku untuk menjadi sukses, di rumah ini pula ada canda dan tawa yang selalu terhiasi setiap harinya serta dalam rumah ini pula aku termotivasi untuk selalu menjadi orang yang sukses, rumah ini merupakan penyemangat hidupku untuk terus selalu maju dan maju lagi, agar kehidupan ku di masa tua berakhir bahagia dengan anak-anak yang lucu dan mereka bangga punya bapak seperti aku dan yang paling penting anak-anakku ini tidak akan mengalami hal yang serupa dengan diriku. “aku harus sukses, aku harus bisa menjadi anak kebanggaan kedua orang tuaku, karna aku anak cowo satu-satunya, kasihan adikku yang masih kecil nanti jika mereka harus bernasib sama seperti aku” gumamku dalam hati. Lamunanku pun terhenti ketika tiba-tiba ibuku memegang pundaku, seketika itu pun aku terperanjat kaget. “loh, ko ga langsung masuk nak,, malah duduk di depan..??” seru ibuku “iya bu, panas banget tadi dijalannya, hehe” jawabku singkat dengan senyum simpul agar ibuku tidak tau apa yang sedang aku pikirkan. “ya udah sana, makan dulu terus ganti baju, tadi gimana hasil kelulusannya ton, kamu lulus ga.??” “iya dong bu, anton lulus, ini kan berkat doa ibu dan bapak serta adik. Bu besok anton minta uang ya, buat bikin SKCK sama ongkos ke depnaker” pintaku “kamu mau kerja ton,? Kerja apa hanya tamatan SMA, kamu itu lelaki, kamu harus punya semangat untuk maju, biarpun keluarga kita miskin, tapi ibu punya niat yang tulus untuk menguliahkan kamu, kamu itu anak lelaki satu-satunya ibu, kamu kebanggan ibu, ibu malu sama prestasimu kalo kamu ngga bisa lanjutin ke perguruan tinggi.” Seru ibu, sembari menahan air matanya. “hmm, ya sudahlah, anton turuti kemauan ibu, tapi kalo belum rejeki anton untuk kuliah mungkin anton akan kerja dulu ya bu, anton pengen bantu ibu, anton pengen ngebahagiain ibu dan bapak serta adik-adik anton, anton ga mau adik-adik anton kaya anton gini,” jawabku panjang lebar “ya sudah, kamu belajar yang giat agar bisa masuk perguruan tinggi negeri, sekarang kamu masuk dulu, ganti baju dan shalat duhur dulu,” Aku pun berlalu meninggalkan ibu, untuk ganti baju dan menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Dalam sembayang aku pun sengaja untuk melamakan sujud terakhirku untuk menggapai ridho ilahi dan meminta petunjuk untuk kebaikan keluarga kecilku. Setelah shalat pun aku tak henti-hentinya memanjatkan doa, karena dengan berdoa dan menangis dihadapannyalah hati ini menjadi tenang dan tentram, untuk saat ini hanya ALLAH lah yang bisa membantuku untuk menuntun hidup ini, karena sejatinya manusia hanya bisa berusaha dan ALLAH lah yang menentukan semuanya. Dengan ibuku mengatakan aku harus kuliah, entah apa yang aku rasakan, apakah aku harus senang dengan titel mahasiswa tersebut atau kah aku harus sedih karena aku takut terputus di tengah jalan atau aku harus bimbang karena pasti ibuku akan berpikir keras dengan menekan segala pengeluaran yang memang masih dibilang kurang. Tapi satu hal yang paling kuingat pesan ibuku dan sering sekali diucapkan berulang-ulang ketika aku merasakan ragu, yakni apapun itu kita harus berjuang atau berusaha terlebih dahulu, mau berhasil atau tidak kita serahkan ke hadirat tuhan, yang penting kita telah berusaha, karena ALLAH tau mana yang baik dan yang buruk untuk umatnya, kita hanya ikuti jalan kahidupan yang telah dituliskan oleh tuhan di arsy nya. Kalimat itulah yang selalu bergeming di telingaku hingga kini, sehingga apapun yang aku lakukan selalu besungguh-sungguh, mau berhasil atau tidaknya, tuhan yang tau itu baik atau tidak buat kita......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar